Anak Adalah Titip Bukan Objek Kekerasan: Untuk Angeline
Table of Contents
Manusia memberikan batasan hidup yang nyaman dengan
tolak ukur kemewahan harta. Banyak orang yang berlomba-lomba bagaimana caranya
mereka bisa mengumpulkan pundi-pundi emas. Tapi saat pundi-pundi itu semakin
menumpuk yang ada hanya rasa haus, semakin haus akan harta yang telah dimiliki.
Semakin banyak yang di dapat semakin tidak cukup.
Dari tolak ukur yang telah melekat pada alam bawah
sadar masyarakat maka ada orangtua yang tega menjual anaknya. Berharap dengan
menjual anaknya pada orang kaya maka anak itu akan mengalami hidup yang
bahagia. Benarkah seperti itu yang terjadi?
Masih ingatkah kalian 1 tahun yang lalu saat media
heboh memberitakan kasus kematian Angeline. Saat itu opini masyarakat diarahkan
pada sang pembunuh seorang tukang kebun, dengan berbagai fakta yang diputar
balikkan. Tapi, Polisi dengan cepat mengendus kejanggalan dari cerita yang
begitu indahnya dipoles oleh pelaku. Saat setitik kebenaran terungkap
masyarakat-termasuk aku-mengeluarkan sumpah serapah dan meminta keadilan
terhadap Angeline atas apa yang dilakukan oleh Ibu tirinya.
Sudah 1 tahun berlalu kabar kejelasan atas kematian Angeline
seolah-olah terkubur waktu. Memudar dengan adanya kasus-kasus baru yang terjadi
di tanah air. Saat masyarakat mulai melupakannya maka sutradara Jito Banyu
dengan sigap mengolahnya menjadi film epik yang digarap oleh rumah produksi
Citra Visual Cinema.
Cerita diawali dengan adegan persalinan yang di
alami Samidah (Kinaryoshi), persalinan berjalan lancar tapi karena kesehatan dia
menurun seusai melahirkan jadi harus dirawat di Rumah Sakit sedikit lebih lama.
Saat keadaan dia berangsur pulih datang satu masalah, sang suami Santo (Teuku
Rifnu Wikana) tidak mendapatkan bayaran dari pekerjaanya dan uang tabungan
mereka pun telah habis untuk keperluan sehari-hari. Tanpa adanya uang mereka
tidak dapat menebus anaknya di Rumah Sakit.
Di lain pihak ada sepasang suami istri kaya yang
menginginkan mempunyai anak perempuan. Seakan tak ada pilihan lain maka Santo
tega menjual anaknya pada John (Hans De Kraker) dan Terry (Roweina Umboh). Padahal
saat itu Midah memberikan jalan keluar pada suaminya untuk menjual montor
mereka untuk menebus anak mereka, tapi hal itu di tolak mentah-mentah karena
montor itu adalah satunya-satunya alat untuk mencari uang.
Dengan berat hati Midah-pun menyetujui saran
suaminya untuk menjual anaknya, harapan mereka anak itu hidup dengan bahagia
berlimpah harta. Terry memberikan syarat kepada Midah dan Santo, mereka dapat
menemui anak mereka setelah umur 18 tahun. Anak itu akhirnya di besarkan oleh
Terry dan John, mereka memberikan nama Angeline (Naomi Ivo) pada anak itu.
5 tahun berlalu John menyanyangi Angeline dengan
sepenuh hati, banyak cinta yang diberiakan John pada Angeline. Tak ada
pembedaan cinta antara Anggeline dan anak laki-lakinya. Tapi cinta yang
Angeline dapatkan hanya dari Ayah tirinya, Ibu tirinya berbanding terbalik
dengan Ayah tirinya. Seakan menganggap Angeline adalah biang masalah dalam
hidupnya.
Ketidak sukaan Ibu tiri dan kakak tirinya sedikit
demi sedik semakin terlihat kasar dengan kekerasan fisik yang dilakukan sengaja
tanpa sepengetahuan John. Dengan perlakuan itu Angeline hanya diam karena dia
masih mempunyai cinta dari sang Ayah tiri. Kebencian kakak tirinya semakin
membuncah saat sang Ayah hanya memperhatikan adiknya. Sang kakakpun dengan
terang-terangan menabrakan sepedanya pada sang adik. Mengetahui itu dan terjadi
di depan matanya, John sangat marah terhadap anak laki-lakinya.
Pertengkaran besar antara John dan Terry tak
terelakkan. Ayah tiri Angeline akhirnya menghebuskan nafas terakhir karena
jantungnya tidak dapat menerima kemarahan yang terlalu besar. Di saat yang
sama, di teras rumah Angeline sedang bertanya kepada pembantunya “Kenapa
tiba-tiba hujan lebat” lalu pembantu itu menjawab “Ini namanya hujan orang
meninggal.”
4 tahunpun berlalu, dalam kurun waktu itu Angeline
mendapatkan penyiksaan dari Ibu tirinya. Angeline diberikan makanan kucing,
dipukul tanpa sebab, di suruh mengurus kucing-kucing Ibu tirinnya dan bahkan
dia diperlakukan seperti pembantu. Tak ada kasih sayang yang dia rasakan, hanya
rasa sakit yang dia dapatkan.
Seorang anak perempuan cerdas, ceria dan cantik
tidak memiliki kasih sayang dari orangtua angkatnya. Ada ketakutan dan rasa
sakit di balik topeng senyum yang selalu dia kenakan saat bertemu orang-orang. Tapi,
rasa sakit itu akhirnya hilang selamanya. Kejadian bermula saat sang Ibu tiri
mengetahui kucing kesayangannya mati. Angelina diseret ke dalam kamar mandi,
disana dia mendapat penyiksaan untuk terakhir kalinya. “Aku lelah” alam mengiringi
dengan hujan lebat saat Angelina pergi jauh.
Film ini berhasil membuat satu ruangan menangis. Lampu
dihidupkan tanda film sudah selesai tapi tak ada yang beranjak langsung dari
tempat duduknya. Mereka masih sibuk mengontrol perasaan mereka yang hanyut akan
permainan artis dan suara musik mengharu biru.
Masih banyak Angeline di luar sana. Dengan himpitan
keuangan banyak orangtua yang tega membuat anaknya menjadi Angeline yang lain.
Uang memang bukan segalanya, tapi segalanya membutuhkan uang. Mulailah perhatikan
orang-orang disekitarmu :) rasa sakit ini masih terasa.