Aku Rindu Rasa Itu.
Table of Contents
“Apa saja yang sudah kamu capai sampai detik ini?”
Pertanyaan inilah yang selalu menghantuiku sampai detik ini. Di umur aku yang sekarang banyak sekali pertanyaan datang dalam otakku. Tapi, hanya dua pertanyaan itulah yang selalu membuat aku berusaha sangat keras. Ya, lebih keras dari apa yang terlihat di permukaan.
Ketika mbak Alley dan mbak Rizka tiba-tiba melontarkan pertanyaan “Apa yang kamu rindukan.” Seketika otak aku langsung mengingat senyum keluarga. Semenyangkal apapun diriku, aku rindu rasa itu. Kehangatan keluarga. Bukan berarti keluarga aku tidak bahagia, keluarga aku bahagia dengan cara mereka.
Ya, dengan cara kerja keras tanpa kerja cerdas. Selalu kerja keras dari pagi ke malam. Seperti itu terus selama 6 hari. Waktu adik-adik aku hanya dihabiskan ditempat kerja, tempat pulang hanyalah transit bagi mereka. Rumah rasanya kosong, seperti aku tinggal sendiri ditempat itu. Tak ada interaksi normal layaknya manusia. Kalo boleh jujur aku kesepian.
Kesepian itu aku lampiaskan dengan kerja gila-gilaan membangun kerajaan bisnis, mencari networking yang sangat luas, selalu kumpul kegiatan apapun, dan bahkan sampai rela meninggalkan rumah berhari-hari. Semua aku lakukan agar dua pertanyaan itu segera aku jawab dengan bangganya.
****
Mata ibu nanar...
Setiap kali aku melihat ibu ingin rasanya aku peluk dan biarkan ibu beristirahat tanpa ada beban di sisa usianya. Tapi, yang terjadi aku pun sama seperti kedua adik-adikku. Meninggalkan kesepian di hari-hari senjanya.
Sampai saat ini aku belum bisa mebahagiakan beliau 100%. Aku sangat rindu senyum yang meninggalkan keriput di kulit ibu. Aku rindu mata kecil itu makin menyipit saat tersenyum bahagia. Demi hari itu datang aku rela menghabiskan waktuku untuk mencapai tujuan terbesarku.
“Kapan kamu ada waktu sehari saja tanpa kerja.”
Deg..
Haruskah aku jawab pertanyaan itu ibu? Aku hanya memberikan senyuman tipis, sangat tipis sampai ibu tak bisa membaca mimik mukaku. Entah sudah berapa kali ibu bertanya hal yang sama dan entah berapa kali pula aku hanya diam.
Bulan ramadhan ini aku belum bisa mewujudkan impianku itu. Tapi, aku berjanji pada diriku sendiri bulan ramadhan tahun depan aku harus bisa mewujudkan semua. Lupakan hal yang tidak penting dan singkirkan dulu sepinya hati ini. Karena aku tak akan tahu berapa sisa umurku ataupun sisa umur ibu.Tak ingin ada penyesalan apapun saat itu tiba.
***
Tak akan abadi kesedihan ini, di akhir badai pasti akan ada pelangi. Karena roda kehidupan berputar, masa bahagia terasa sebentar kesedihan yang sedang melanda pasti ada akhirnya. Bunga yang indah tak selalu mekar, matahari tak selalu bersinar. Begitu juga yang terjadi dengan kehidupanku. Suatu saat aku dan keluarga akan tertawa bersama, saat mengingat perjuangan yang saat ini kita lakukan dengan cara masing-masing.
Ayo semangat Tina, lupakan rasa yang tidak penting itu. Berlarilah sekuat yang aku mampu. Aku tahu tujuan yang ingin aku capai, jadi buat apa aku mendengarkan suara-suara sumbang kanan-kiri. Mata- mata picik yang selalu mengawasi dengan sangat teliti, seakan mereka ingin melihat aku terjatuh terjerembab. Ah sudahlah, mereka hanya barisan orang-orang penjilat.
Tetap menjadi wanita yang ceria penuh dengan cita-cita. Hadapi dunia yang sudah aku impikan sejak lama. Nikmati hari-hari dengan penuh suka cita, buat semua orang berfikir aku selalu bahagia. Ini hidupku dan hanya aku yang tahu apa yang aku mau. Selesai menulis ini aku akan bilang pada ibu “Tolong tetap sehat dan biarkan aku menunjukkan warna pelangi padamu suatu saat nanti.”
Bisamembahagiakan ibu selalu dan terus berjuang.
Semoga ibu mbak Tina selalu sehat dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT, aamiin.. :)