Thursday, March 31, 2016

Negeri Dongeng

Menjadi dewasa ternyata tidak seindah yang dibayangkan semasa kecil. Dulu aku selalu berfikir kalo orang dewasa itu keren. Mereka terlihat begitu mengagumkan dengan setelan baju yang moderent, bisa jalan-jalan tanpa harus di temani orangtua, dan bisa minum kopi. Oke, dari dulu aku beranggapan kalo orang dewasa yang keren itu adalah mereka yang bisa minum kopi.


Saat menjadi dewasa aku baru menyadari menjadi keren itu bukan hanya minum kopi dan memakai baju bagus. Menjadi keren itu butuh  perjuangan yang keras. Saat hati terluka kita harus punya stok topeng bahagia sebanyak mungkin, agar saat kita bertemu orang lain kita tidak terlihat rapuh. Baju bagus, sesekali berlibur dan minum kopi hanyalah pelampiasan saat penat melanda.

Negeri dongeng yang saat ini dibutuhkan oleh para orang dewasa yang sudah penat dengan persaingan bagai dihutan belantara. Kita membutuhkan hal-hal polos yang hanya kita dapatkan saat kita kecil. Dimana kita hanya tahunya bermain, bermain, dan bermain. Saat kita tersakiti ada Ibu yang siap siaga untuk menyeka air mata kita. Dan Ayah yang siap menjadi tameng perisai dari rasa tersakiti.

Masa kecil adalah masa yang paling bahagia. Dimana semua terasa indah. Tak ada rasa sakit yang benar-benar dapat menyakiti hati ini. Dulu saat aku kecil aku sangat ingat, aku selalu merengek pada Ayah. Merengek apapun yang tertangkap oleh objek lensa mata itu indah pasti aku minta. Ayah tak mampu untuk tidak mengabulkan itu.

“Ayah, aku mau lihat Sikomo.” Rengekku sambil menangis tersedu-sedu pada ayah waktu itu. Dulu Sikomo adalah tokoh yang paling di sukai anak kecil karena lucu dan ada lagunya juga. Apa Ayah mengabulkannya? Tentu saja beliau mengabulkannya.

Semakin di ingat semakin ingin aku kembali seperti masa kanak-kanak. Andai ini negeri dongeng aku pasti memutar waktu ke masa itu dan akan aku hentikan waktu. Tapi sayang ini bukan negeri dongeng. Yah, sepahit apapun hidup yang kita jalani, kita harus tetap berani melangkah maju :D


1 comment:

  1. Kita melihat masa depan itu seperti melihat fatamorgana di tengah padang pasir yang terik, yang kelihatan seperti kumpulan air disaat kita kehausan. Tapi setelah mendekat kita malah bertambah haus, sementara air yang terlihat dari jauh itu tidak ada, sementara mentari bercahaya semakin terik. Begitupun sebaliknya saat kita telah dewasa, beratnya kehidupan membuat kita sering berangan-angan bagaimana kalau saya balik kecil lagi dengan segala tingkah polah dan pikiran yang tanpa beban, bebas tanpa batas....

    ReplyDelete